Twitter Updates


ShoutMix chat widget

Sabtu, 25 Juni 2011

IDENTIFIKASI TRANSAKSI YANG DILARANG dan TEORI PERTUKARAN DAN TEORI PERCAMPURAN

BAB 3
 IDENTIFIKASI TRANSAKSI YANG DILARANG


A.    PENDAHULUAN
Dalam ibadah kaidah hukum yang berlaku adalah bahwa semua hal dilarang, kecuali yang ada ketentuannya berdasarkan Alquran dan Al-Hadis, sedangkan dalam urusan muamalah, semuanya diperbolehkan kecuali ada dalil yang melarangnya.
Penyebab terlarangnya sebuah transaksi adalah disebabkan factor-faktor sebagai berikut :
  1. Haram zatnya (haram li-dzatihi)
  2.  Haram selain zatnya (haram li-ghairihi)
  3. Tidak sah (lengkap) akadnya
A.    HARAM ZATNYA
Transaksi dilarang karena objek (barang dan/atau jasa) yang ditransaksikan juga dilarang, misalnya minuman keras, bangkai, daging babi, dan sebagainya. Jadi, transaksi jual-beli minuman keras adalah haram, walaupun akad jual-belinya sah.
 B.     HARAM SELAIN ZAT-NYA
I.     Melanggar Prinsip “An Taradin Minkum”
Tadlis (penipuan)
Setiap transaksi dalam Islam harus didasarkan pada prinsip kerelaan antara kedua belah pihak (sama-sama ridho). Mereka harus mempunyai informasi yang sama (complete information) sehingga tidak ada pihak yang merasa dicurigai (ditipu) karena ada suatu yang unknown to one party (keadaan dimana salah satu pihak tidak mengetahui informasi yang diketahui pihak lain, ini disebut juga assymetric information). Unknown to one party dalam bahasa fiqihnya disebut tadlis, dan dapat terjadi dalam 4 hal, yakni dalam :
  1. Kuantitas
  2. Kualitas
  3. Harga
  4. Waktu penyerahan 

II.  Melanggar Prinsip ‘La Tazhlimuna wa la Tuzhlamun’
Melanggar Prinsip ‘La Tazhlimuna wa la Tuzhlamun’ ,yakni jangan menzalimi dan jangan dizalimi. Praktik-Praktik yang melanggar prinsip ini diantaranya :

1.                       Taghrir (gharar)
Gharar atau disebut juga taghrir adalah situasi dimana terjadi incomplete information karena adanya Uncertainty To Both Parties (ketidak pastian dari kedua belah pihak yang bertransaksi). Dalam Taghrir, Baik pihak A maupun pihak B sama-sama tidak memiliki kepastian mengenai sesuatu yang ditransaksikan (Uncertainty To Both Parties). Gahrar dapat juga terjadi dalam 4(empat) hal, yakni Kuantitas, Kualitas, Harga, dan Waktu Penyerahan. Bila salah satu (atau lebih) dari faktor-faktor di atas diubah dari certain menjadi uncertain, maka terjadilah gharar
Keempat bentuk gharar diatas, keadaan sama-sama rela yang dicapai bersifat sementara, yaitu sementara keadaannya masih tidak jelas bagi kedua belah pihak.

1.      Rekayasa Pasar dalam Supply (Ikhtisar)
Rekayasa pasar dalam supply terjadi bila seorang produsen/penjual mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara mengurangi sipply agar harga produk yang dijualnya naik. Hal ini dalam istilah Fiqih disebut Ikhtikar. Ikhtikar terjadi bila syarat-syarat dibawah ini terpenuhi.
a.       Mengupayakan adanya kelangkaan barang baik dengan cara menimbun stock atau mengenakan entry-barriers.
b.      Menjual dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan harga sebelum munculnya kelangkaan.
c.       Mengambil keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan keuntungan sebelum komponen 1 & 2 dilakukan.

2.      Rekayasa pasar dalam Demand (Bai’ Najasy)
Rekayasa pasar dalam demand terjadi bila seorang produsen (pembeli) menciptakan permintaan palsu, seolah olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk sehingga harga jual produk itu akan naik. Rekayasa Demand ini di dalam istilahnya fiqihnya disebut dengan bai’ najasy.
3.      Riba
Dalam ilmu fiqih, dikenal 3(tiga) jenis Riba, yaitu sebagai berikut Riba Fadl, Riba Nasiah, Riba Jahiliyah.
a.       Riba Fadl disebut juga Riba buyu’, yaitu riba yang timbul akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya (Mistlan bi Mistlin), sama kuantitasnya (sawa-an bi sawa-in) dan sama waktu penyerahannya (yadan bi yadin). Pertukaran semisal ini mengandung Gharar, yaitu ketidakjelasan bagi kedua pihak akan nilai masing-masing barang yang dipertukarkan. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan tindakan zalim terhadap salah satu pihak, kedua belah pihak, dan pihak-pihak lain. Dalam perbankan, Riba Fadl dapat ditemui dalam transaksi jual beli valuta asing yang tidak dilakukan dengan cara tunai (spot).
b.      Riba Nasiah disebut juga Riba Duyun yaitu riba yang timbul akibat utang-piutang yang tidak memenuhi criteria untung muncul bersama risio (Al Ghunmu Bil Ghurmi) dan hasil usaha muncul bersama biaya (Al-Kharaj Bi Dhaman) transaksi semisal ini mengandung pertukaran kewajiban menanggung beban hanya karena berjalannya waktu.
Nasi’ah adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba Nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan atau tambahan antara barang yang diserahkan hari ini dengan barang yang diserahkan kemudian. Jadi, Al Ghunmu (untung) muncul tanpa adanya Al-Ghurmi (Risiko), hasil usaha (Al-Kharaj) muncul tanpa adanya biaya (Dhaman); Al-Ghunmu dan Al-Kharaj muncul hanya dengan berjalannya waktu. Padahal dalam bisnis selalu ada kemungkinan untung dan rugi. Memastikan sesuatu yang diluar wewenang manusia adalah bentuk Kezaliman padahal justru itulah yang terjadi dalam Riba Nasi’ah yakni terjadi perubahan sesuatu yang seharusnya bersifat Uncertain (tidak pasti) menjadi Certain (pasti). Pertukaran kewajiban menanggung beban (Exchange Of Ability) ini dapat menimbulkan tindakan zalim terhadap salah satu pihak, kedua pihak, dan pihak-pihak lain.Pendapat Imam Sarakhzi akan memperjelas hal ini :
“Riba adalah tambahan yang diisyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya padanan (iwad) yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut”.
Dalam perbankan konvensional, riba nasi’ah dapat ditemukan dalam pembayaran bunga kredit dan pembayaran bunga deposito, tabungan giro, dan lain-lain. Jadi mengenakan tingkat bunga untuk suatu pinjaman merupakan tindakan yang memastikan sesuatu yang tidak pasti, karena diharamkan.


Bunga dan Time Value of Money
Prinsip time value of money yang didefinisikan sebagai berikut :
“A dollar today is worth more than a dollar in future because a dollar today can be invested to get a return”.
Dalam ekonomi konvensional, ketidakpastian return dikonversi menjadi suatu kepastian melalui premium for uncertainly. Dalam setiap investasi tentu selalu ada probability untuk mendapat positif return, negative return, dan no return. Adanya probability inilah yang menimbulkan uncertainty (ketidakpastian). Probability untuk mendapat negative return dan no return ini yang dipertukarkan (exchange of liabilities) dengan suatu yang pasti yaitu premium for uncertainty.

Katakanlah probability positive return dan negative return masing- masing sebesar 0,4; sedangkan probability no return sebesar 0,2. Apa yang dilakukan dalam perhitungan discount rate adalah mempertukarkan probability negative return (0,4) dan probability no return (0,2) ini dengan premium for uncertainty, sehingga yang tersisa tinggal probability untuk positive return (1,0)

Tabel 1. Natural and Enforced Probability
Keadaan
Natural Uncertainty
(probability)
Discount rate
(probability)
Positive return
No return
Negative return
0,4
0,2
0,4
1,0
0,0
0,0

Keadaan inilah yang ditolak dalam ekonomi syariah, yaitu keadaan Al-Ghunmu Bi La Ghurmi (Gaining Return Without Being Responsible For Any Risk) dan Al-Haraj Bi La Dhaman (Gaining Income Without Being Responsible For Any Expenses).
a.      Riba Jahiliyahadalah utang yang dibayar melebihi dari pokok pinjaman, karena si peminjam tidak mampu mengembalikan dana pinjaman pada waktu yang telah ditetapkan. Riba Jahiliyah dilarang karena terjadi pelanggaran kaidah “Ikullu Qardin Jarra Manfa’atan fahuwa Riba” (setiap pinjaman yang mengambil manfaat adalah riba). Memberi pinjaman adalah transaksi kebaikan (tabarru), sedangkan meminta kompensasi adlaah transaksi bisnis (tijarah). Jadi transaksi yang dari semula diniatkan sebagai transaksi kebaikan tidak boleh diubah menjadi transaksi yang bermotif bisnis.
Dari segi penundaan waktu penyerahaannya, riba jahiliyah tergolong riba nasi’ah dari segi kesamaan obyek yang dipertukarkan, tergolong riba fadl.
Dalam perbankan konvensional, riba jahiliyah dapat ditemui dalam pengenaan bunga pada transaksi kartu kredit yang tidak dibayar penuh tagihannya.
Dari definisi riba, sebab (illat) dan tujuan (hikmah) pelarangan riba, maka dapat diidentifikasi praktik perbankan konvensional yang tergolong riba. Riba fadl dapat ditemui dalam transaksi jual beli valuta asing yang tidak dilakukan secara tunai. Riba nasi’ah dapat ditemui dalam transaksi pembayaran bunga kredit dan pembayaran bunga tabungan/deposito/giro. Riba jahiliyah dapat ditemui dalam transaksi kartu kredit yang tidak dibayar penuh tagihannya.

Tabel 2. Ikhtisar Riba
Tipe
Faktor Penyebab
Cara Menghilangkan Faktor Penyebab
Riba Fadl
Gharar
(uncertain to both par- ties
Kedua belah pihak harus memastikan factor-faktor berikut ini :
1.       Kuantitas
2.       Kualitas
3.       Harga
4.       Waktu Penyerahan
Riba Nasi’ah
Al-ghunmu bi la ghurmi, al-kharaj bi la dhaman (return tanpa resiko, pendapatan tanpa biaya)
Kedua belah pihak membuat kontrak yang merinci hak dan kewajiban masing- masing untuk menjamin tidak adanya pihak manapun yang mendapatkan return tanpa menanggung resiko, atau menikmati pendapatan tanpa menanggung biaya.
Riba Jahiliyah
Kullu qardin jarra manfa’atan fahuwa riba (memberi pinjaman sukarela secara komersil, karena setiap pinjaman yang mengambil manfaat adalah riba)
1.       Jangan mengambil manfaat apa pun dari akad/ transaksi kebaikan (tabbaru)
2.       Kalaupun ingin mengambil manfaat, maka gunakanlah akad bisnis (tijarah), bukan akad kebaikan (tabarru)

5.      Maysir (Perjudian)
Secara sederhana yang dimaksud dengan maysir atau perjudian adalah suatu permainan yang menempatkan salah satu pihak harus menanggung beban pihak yang lain, akibat permainan tersebut.
Allah SWT, telah memberi penegasan terhadap keharaman melakukan aktivitas ekonomi yang mengandung unsur maysir (perjudian). Allah SWT berfirman :
Hai orang-orang yang beriman, sesunggunya meminum khamr, ebrjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka janganlah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan (QS Al-Maidah :90)
Untuk menghindari terjadinya maysir dalam sebuah permainan misalnya pembelian trophy atau bonus untuk para juara jangan berasal dari dana partisipasi para pemain, melainkan dari para sponsorship yang tidak ikut bertanding. Dengan demikian tidak ada pighak yang merasa dirugikan atas kemenangan pihak yang lain. Pemberian bonus atau trophy dengan cara tersebut dalam istilah fiqih disebut hadiah dan halal hukumnya.


1.      Risywah (Suap-Menyuap)
Yang dimaksud dengan perbuatan risywah adalah memberi sesuatu kepada pihak lain untuk mendapatkan sesuatu yang bukan haknya. Suatu perbuatan baru dapat dikatakan sebagai tindakan risywah (suap-menyuap) jika dilakukan kedua belah pihak secara suka rela. Jika hanya salah satu pihak yang meminta suap atau pihak yang lain tidak rela atau dalam keadaan terpaksa atau hanya untuk memperoleh haknya, peristiwa tersebut bukan kategori risywah melainkan tindak pemerasan.
Allah SWT telah menyinggung praktik suap-menyuap pada sejumlah ayat Alquran. Diantara firman Allah SWT :
Dan janganlah sebagian kamu memakan harga sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan batil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu mengetahui (QS Al-Baqarah [2] : 188)

Rasulullah Saw pun telah memberi peringatan secara tegas untuk menjauhi  praktik risywah (suap-menyuap). Rasulullah bersabda :
Allah melaknat orang yang memberi suap, penerima suap, sekaligus broker suap yang menjadi penghubung antar keduanya” (HR. Ahmad)

A.    TIDAK SAH/LENGKAP AKADNYA
            Suatu traksaksi yang tidak termasuk dalam kategori haram li dzatihi maupun haram li ghairihi, belum tentu serta merta menjadi halal. Masih ada kemungkingan transaksi tersebut menjadi haram bila akad atas transaksi itu tidak sah atau tidak lengkap. Suatu transaksi dapat dikatakan tidak sah dan/tidak tidak lengkap adanya bila terjadi salah satu (atau lebih) faktor-faktor berikut ini :
I.         Rukun dan Syarat tidak terpenuhi
II.      Terjadi Ta’alluq
III.   Terjadi “twi in one”

I.     Rukun dan Syarat
Rukun adalah sesuatu yang wajib ada dalah suatu transaksi (necessary condition), misalnya ada penjual dan pembeli.
Pada umumnya rukun dalam muamalah iqtishadiyah (muamalah dalam bidang ekonomi) ada 3 (tiga) yaitu :
1.      Pelaku
2.      Objek
3.      Ijab-kabul
Akad dapat menjadi batal bila terdapat :
1.      Kesalahan/kekeliruan obyek
2.      Paksaan (ikrah)
3.      Penipuan (tadlis)
Bila ketiga rukun di atas terpenuhi, traksaksi yang dilakukan sah. Namun bila rukun di atas tidak terpenuhi (baik satu rukun atau lebih), transaksi menjadi batal.
Selain rukun, faktor yang harus ada supaya akad menjadi sah (lengkap) dalah syarat. Syarat adalah sesuatu yang keberadaannya melengkapi rukun (sufficient condition). Bila rukun sudah terpenuhi tetapi syarat tidak dipenuhi, rukun menjadi tidak lengkap sehingga transaksi tersebut menjadi fasid (rusak).
Syarat bukanlah rukun, jadi tidak boleh dicampuradukkan. Di lain pihak keberadaan syarat tidak boleh :
II.                Ta’alluq
Ta’alluq terjadi bila kita dihadapkan pada dua akad yang saling dikatikan, maka berlakunya akad I tergantung pada akad 2.
II.                “Two in one”
Two in one adalah kondisi di mana suatu transaksi diwadahi oleh dua akad sekaligus, sehingga terjadi ketidakpastian (gharar) mengenai akad mana yang harus digunakan (berlaku). Dalam terminologi fiqih, kejadian ini disebut dengan shafqatain fi al-shafqah.
Two in one terjadi bila semua dari ketiga faktor di bawah ini terpenuhi :
1.             Objek sama
2.             Pelaku sama
3.             Jangka waktu sama
Bila satu saja dari faktor di atas tidak terpenuhi, maka two in one tidak terjadi, dengan demikian akad menjadi sah. Contoh dari two in one adalah transaksi lease and purchase (sewa-beli). Dalam transaksi ini, terjadi gharar dalam akad karena ada ketidakrelaan akad mana yang berlaku; akad beli atau akad sewa. Karena itulah maka transaksi ini diharamkan.
BAB 4
TEORI PERTUKARAN DAN TEORI PERCAMPURAN


A.    Pendahuluan
Berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperolehnya, kontrak/ akad dapat dibagi kedalam dua kelompok besar, yaitu;
I.                   Natural certainty contracts
II.                Natural Uncertainty contracts.
Natural certainty contracts adalah kontrak/ akad dalam bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, bagi dari segi jumlah (amount) maupun waktu (timing)-nya. Cash flow-nya bisa diprediksi relative pasti karena sudah disepakati oleh kedua belah pihak yang bertransaksi diawal akad. Kontrak-kontrak ini secara “sunatullah” (by their nature) menawarkan return yang tetap dan pasti. Jadi sifatnya fixed and predetermined. Objek pertukarannya (baik barang maupun jasa) pun harus ditetapkan diawal akad dengan pasti, baik jumlahnya (quantity), mutunya (quality), harganya (price), dan waktu penyerahannya (time of dilavery). Yang termasuk dalam kategori ini adalah kontrak-kontrak jual-beli, upah-mengupah, sewa-menyewa,dan lain-lain.
      Dalam kontrak jenis ini, pihak-pihak yang bertransaksi saling membutuhkan asetnya (baikreal assets maupun financial assets). Jadi masing-masing pihak tetap tetap berdiri-sendiri (tidak saling bercampur membentuk usaha baru), sehingga tidak ada resiko pertanggungan bersama. Jika tidak ada percampuran asset si A dengan si B. yang ada misalnya, adalah si A memberikan barang ke B, kemudian sebagai gantinya si B menyerahkan uang kepada si A. Disini barang ditukarkan dengan uang, sehingga terjadilah kontrak jual-beli. Kontrak-kontrak natural certainly ini dapat diterangkan dalam sebuah teori umum yang diberi nama teori pertukaran.
      Dilain pihak, natural uncertainty contracts adalah kontrak/ akad dalam bisnis yang tidak memberikan kepastiaan pendapatan (return), baik dari segi jumlah (amount) maupun waktu (timing)-nya. Tingkat return-nya bisa positif, negative atau nol. Yang termasuk dalam kontrak ini adalah kontrak-kontrak investasi. Kontrak-kontrak investasi ini secara “sunnatullah” (by their nature) tidak menawarkan return yang tetap dan pasti. Jadi sifatnya tidak fixed and predeter- mined.
      Dalam kontrak jenis ini, pihak-pihak yang saling berinvestasi saling mencampurkan asetnya (baik real assets maupun financial assets) menjadi satu kesatuaan, dan kemudian menanggung resiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntunga. Disini keuntungan dan kerugian ditanggung bersama. Natural uncertainly contracts ini dapat diterangkan dalam sebuah teori umum yang diberi nama teori percampuran (the theory of venture).

B.     TEORI PERTUKARAN
Teori pertukaran terdiri dari dua pilar, yaitu :
I.                   Objek pertukaran, dan
II.                Waktu pertukaran

I.                    Objek Pertukaran
Fiqih membedakan dua jenis objek pertukaran, yaitu :
-       ‘Ayn (real asset) berupa barang dan jasa
-       Dayn (financial asset) berupa uang dan surat berharga
II.                 Waktu pertukaran
Fiqih membedakan dua waktu pertukaran, yaitu:
-       Daqdan (Immediate delivery) yang berarti penyerahan saat itu juga
-       Ghairu naqdan (Deferred delivery) yang berarti penyerahan kemudian
Dari segi objek pertukaran, dapat diidenfikasi tiga jenis pertukarn, yaitu:
1.      Pertukaran real asset (‘ayn) dengan real asset (‘ayn)
2.      Pertukaran real asset (‘ayn) dengan financial asset (‘dayn)
3.      Pertukaran financial asset (dayn) dengan financial asset (dayn)


1.      Pertukaran ‘Ayn dengan ‘Ayn
a.       Lain jenis
Dalam pertukaran ‘ayn dengan ‘ayn, bila jenisnya berbea (misalnya upah tenaga kerja yang dibayar dengan sejumlah beras) maka tidak ada masalah (dibolehkan).
b.      Sejenis
Namun bila jenisnya sama, fiqih membedakan antara real asset yang secara kasat mata tidak dapat dibedakan mutunya.
      Satu-satunya yang membolehkan pertukaran antara yang sejenis dan dan secara kasat mata tidak dapat dibedakan mutunya adalah:
1)        Sewa-an bi sawa-in (sama jumlahnya)
2)        Mistan bi mistlin (sama mutunya)
3)        Yadan bi yadin (sama waktu penyerahannya)


2.      Pertukaran ‘Ayn dengan Dayn
Dalam pertukaran ‘ayn dengan dayn, maka yang dibedakan adalah jenis ‘ayn-nya. Bila ‘ayn-nya adalah barang, maka pertukaran ‘ayn dengan dayn itu disebut jual beli (al-bai’). Sedangkan bila ‘ayn-nya adalah jasa, maka pertukaran itu disebut sewa-menyewa/ upah mengupah (al-ijarah).
      Dari segi metode pembayarannya Islam membolehkan jual beli dilakukan secara tunai (now for now), bai’naqdan atau secara tangguh bayar (deferred payment, bai’muajjal), atau secara tangguh serah (defferent delivery, bai’salam). Bay Muajjal dapat dibayar secara penuh (muajjal) atau secara cicilan (taqsith). Jual beli tangguh dapat dibedakan lagi menjadi: pertama, pembayarannya lunas sekaligus dimuka (bai’salam); kedua, pembayaran dilakukan secara cicilan dengan syarat harus lunas sebelum barang diserahkan (bai’istishna’).

Dalam praktik perbankan syariah, akad murabahah lazim digunakan meskipun transaksinya tidak dilakukan oleh anak kecil atau orang yang akalnya kurang, karena teknik perhitungan keuntungan yang dilakuakn bank terlalu rumit untuk dipahami oleh masyarakat awam.
Ijarah bila diterapkan untuk mendapatkan manfaat disebut sewa menyewa sedangkan bila diterapkan diterpakan untuk mendapatkan manfaat orang disebut upah mengupah. Ijarah dibedakan menjadi dua, yaitu ijarah yang pembayannya tergantung pada kinerja yang disewa (disebut ju’alah, success fee), dan ijarah yang pembayannya tidak tergantung pada kinerja yang disewa (disebut ijarah, gaji dan sewa).
Dalam praktik perbankan, akad ijarah diperlukan untuk memenuhi kebutuhan nasabah menyewa ruko, misalnya, yang mengharuskan nasabah membayar sewanya secara lump-sum di muka untuk peride 3 tahun.
Dalam perkembangan terakhir, muncul pula kebutuhan nasabah yang menyewa untuk memiliki barang yang disewanya diakhir periode sewa. Kebutuhan ini dipenuhi dengan akadIjarah muntahia bi tamlik. Bagi bank, akad ini merupakan berkah karena memberikan flaksibilitas harga sewa bulanan; suatu hal yang tidak mungkin dilakukan dalam akad murabahah. Akad ini juga membuka peluang bagi bank untuk memperpanjang waktu dengan melakukan akad sewa baru, bial diakhir periode sewa pertama nasabah belum mampu untuk melakukan pembelian barang tersebut.
3.      Pertukaran Dayn dengan Dayn
Dalam pertukaran dayn dengan dayn, dibedakan antara dayn yang berupa uang dengan dayn yang tidak berupa uang (untuk selanjutnya disebut surat berharga). Pada zaman ini, uang tidak lagi terbuat dari emas atau perak, bahkan uang tidak lagi dikaitkan nilainya dengan emas atau perak. Sehingga uang saat ini uang kartal yang terdiri uanga kertas dan uang logam.
Yang membedakan uang dengan surat berharga adalah uang dinyatakan sebagai alat bayar resmi oleh pemerintah, sehingga setiap warga Negara wajib menerima uang sebagai alat bayar. Sedangkan akseptasi surat berharga hanya terbatas bagi mereka yang mau menerimanya.

      Pertukaran uang dengan uang dibedakan menjadi pertukaran uang yang sejenis dan pertukaran yang tidak sejenis. Pertukaran uang yang sejenis hanya diperbolehkan bila memenuhi syarat:sawa-an bi sawa-in(same quantity), danyadan bi yadin (same time of delivery).Misalnya perukaran satu lembar uang pecahaan Rp.100.000 dengan 10 lembar uang pecahaan Rp.10.000, harus dilakukan penyerahannya pada saat yang sama.
      Pertukaran uang yang tidak sejenis hanya di perbolehkan bila memenuhi syarat: yadan bi yadin (same time of delivery). Pertukaran uang yang sejenis disebut sharf (many changer). Misalnya USD 1000 dengan Rp 10.000.000, harus dilakukan penyerahaannya pada saat yang sama. Inilah yang menjadi sebab pelarangan transaksi forward dan transaksi swap dalam pertukaran valuta asing. Sedangkan transaksi spot dibolehkan,baik yang dilakukan di countermaupun yang dilakukan antar dua bank di dua lokasi yang berjauhan.Settlement period selama dua hari dipandang sebagai suatu mekanisme teknis yang tidak dapat dihindarkan karena lokasi yang berjauhan.Perkembangan terakhir, Dewam Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) membolehkan forward agreement (janji, wa’ad) namun tetap tidak membolehkan forward transaction (transaksi,akad). Hal ini untuk mencegah terjadinya forward buying yang dihedging dengan melakukan forward selling, yang selanjutnya akan diikuti dengan forward buying – forward selling berikutnya.Selain bertentangan dengan hadis “la tabi’ ma laisa ’indak” (jangan jual sesuatu yang belum dimiliki), pelarangan ini juga dimaksud untuk mencegah terjadinya bubbl growth pada sektor vinansial , dan mencegah terjadinya domino effect bila terjadi default pada salah satu mata rantai para pihak yang terlibat dalam transaksi forward buying – forward selling tersebut.
      Jual beli surat berharga pada dasarnya tidak diperbolehkan.Namun bila surat berharga dilihat lebih rinci, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu surat berharga yang merupakan representasi ‘ayn, dan surat berharga yang bukan merupakan representasi’ayn. Secara umum dapat dikatakan bahwa hanya surat berharga yang merupakan representasi’ayn saja yang dapat diperjual-belikan.
     

Secara terinci,jual beli surat berharga (bai’al dayn bi al dayn) dapat dibedakan menjadi:
a.       Penjualan kepada si pengutang (bai’al dayn lil madin, sale of debt to the debtor), yang dapat dibedakan lagi menjadi:
Ÿ  Hutang yang pasti pembayarannya (confirmed, mustaqir).Bagi mashab Hanbali dan Zahiri, transaksi ini boleh.
Ÿ  Hutang yang tidak pasti pembayarannya (unconfirmed,ghairu mustaqir).Transaksi ini terlarang.
b.      Penjualan kepada pihak ketiga (bai’ al dayn lil ghairu madin, sale of debt to third party) yang dapat dibedakan lagi menjadi empat pendapat:
Ÿ  Kebanyakan ulama mazhab Hanafi dan Syafi’I, beberapa ulama Hanbali dan Zahiri secara tegas tidak membolehkan hal ini.
Ÿ  Ibnu Taimiyah membolehkannya bila utangnya adalah utang yang pasti pembayarannya (confirmed, mustaqir).
Ÿ  Imam Suraji, Subki, dan Nawawi membolehkanya dengan tiga syarat.
Ÿ  Imam Anas bin Malik dan Zurqoni membolehkannya dengan delapan syarat.

Skema-skema pertukaran dapat diringkas menjadi matriks pertukaran sebagai berikut.
Tabel 3. Matriks Pertukaran
Time
Object
Now for
now
Now for
deferred
Deferred
For deferred
‘Ayn for Ayn
‘Ayn for Dayn
Dayn for Dayn

ü   
ü   
×
Kecuali sharf
ü   
ü   
×

×
×
×


Matrik diatas memberikan panduan yang komprehensif bagi kita untuk dapat menentukan halal-haramnya suatu transaksi pertukaran. Semua transaksi pertukaran tangguh serah (deferred for deferred) diharamkan (kolom paling paling kanan dari matriks). Demikian pula dengan semua pertukaran dayn dengan dayn diharamkan (baris paling bawah dari matriks), dengan satu perkecualian yakni sharf (pertukaran mata uang yang berbeda). Selain itu dua hal di atas, semua transaksi pertukaran diperbolehkan.



A.    TEORI PERCAMPURAN
Teori percampuran terdiri dari dua pilar pula, yaitu:
I.                   Objek percampuran; dan
II.                Waktu percampuran.

I.                    Objek percampuran
Sebagaimana dalam teori pertukaran , fiqih juga membedakan dua jenis objek percampuran, yaitu:
Ÿ  ‘Ayn (real asset) berupa barang dan jasa.
Ÿ  Dayn (financial asset) berupa uang dan surat berharga.
II.                 Waktu percampuran
Dari segi waktunya, sebagaimana dalam teori pertukaran fiqih juga membedakan dua waktu percampuran, yaitu:
Ÿ  Naqdan (Immediate delivery) yakni penyerahaan saat itu juga.
Ÿ  Ghairu naqdan (Deferred delivery) yakni penyerahaan kemudian.

Selanjutnya, dari segi objek percampurannya dapat diidentifikasi tiga jenis percampuran, yaitu:
1.      Percampuran real asset (‘ayn) dengan real asset (‘ayn)
2.      Percampuran real asset(‘ayn) dengan financial asset (dayn)
3.      Percampuran financial asset (dayn)dengan financial asset (dayn)

Gambar di bawah ini memberikan ikhtisar mengenai pembagian teori percampuran dan teori pertukaran dilihat dari objeknya dan juga waktunya.Pada dasarnya, pembagian objek dan waktu dalam teori percampuran sama dengan teori pertukaran.

Dari segi waktunya, baik dalam teori percampuran maupun pertukaran, dapat dibedakan menjadi dua: immediate delivery (naqdan, penyerahaan saat itu juga), dan deffered delivery (muajjal, penyerahaan kemudian). Sementara itu, dari segi objeknya, dalam teori ini dapat dibedakan menjadi dua pula: ‘ayn (real asset, barang dan jasa) dan dayn (financial asset, uang dan non-uang).
1.      Percampuran ‘Ayn dengan ‘Ayn
Percampuran antara ‘ayn dengan ‘ayn dapat terjadi, misalnya pada kasus di mana ada seorang tukang kayu bekerja sama dengan tukang batu untuk membangun sebuah rumah. Baik tukang kayu maupun tukang batu, keduanya sama-sama menyumbangkan tenaga dan keahliannya (jasa) dan mencampurkan jasa mereka berdua untuk membuat usaha bersama, yakni membangun rumah. Dalam kasus ini, yang dicampurkan adalah‘ayn dengan ‘ayn. Tukang kayu menyumbangkan keahlian perkayuannya (jasa, ‘ayn), dan tukang batu menumbangkan keahlian membangunnya (jasa, ‘ayn). Bentuk percampuran seperti ini disebut syirkah ‘abdan.
2.      Percampuran ‘Ayn dengan Sayn
Percampuran antara ‘ayn (real asset) dengan dyn (financial asset) dapat mengambil beberapa bentuk, di antaranya sebagai berikut.
a.      Syirkah Mudharabah
Dalam kasus ini, uang (financial asset) dicampurkan dengan jasa/keahlian (real asset). Hal ini ketika ada seorang pemilik modal (A) yang bertindak sebagai penyandang dana, memberikan sejumlah dana tertentu untuk dipakai sebagai modal usaha kepada seseorang yang memiliki kecakapan untuk berbisnis (B). di sini , Amemberikan dayn (uang, financial asset), sementara B memberikan ‘ayn (jasa/keahlian, real asset).
b.      Syirkah wujuh
Dalam syirkah wujuh juga terjadi percampuran antara ‘ayn dengan dayn. Dalam bentuk syirkah seperti ini, seorang penyandang dana (A) memberikan sejumlah dana tertentu untuk dipakai sebagai modal usaha, dan B menyumbangkan reputasi/nama baiknya.

3.      Percampuran Ayn dengan Dayn
Percampuran antara dayn dengan dayn dapat mengambil beberapa bentuk pula. Bila terjadi percampuran antara uang dengan uang dalam jumlah yang sama (Rp X dengan Rp X), hal ini disebut syirkah mufawadhah. Namun jumlah uang yang dicampurkan berbeda (Rp X dengan Rp Y), hal ini disebut syirkah ‘inan. Percampuran dayn dengandayn dapat juga berupa kombinasi antarsurat berharga, misalkan saham PT X digabungkan dengan PT Y, dan lain-lain.
Sebagaimana dalam teori pertukaran, maka dalam teori pencampuran kita juga dapat membuat ringkasan yang dapat membantu kita menentukan halal-haramnya transaksi-transaksi pencampuran. Ringkasan tersebut diberikan dalam Matrik Pencampuran berikut.
Tabel 4. Matriks Percampuran
             Time
   Objek
Now for
now
Now for
deferred
Deferred
For deferred
‘Ayn + Ayn
‘Ayn + Dayn
 Dayn + Dayn
ü   
ü   
ü   
×
×
×
×
×
×

Matrik diatas memberikan panduan yang komprehensif bagi kita untuk dapat menentukan halal-haramnya suatu transaksi percampuran. Semua transaksi percampuran tangguh serah (deferred for deferred dan now for deffered) diharamkan (dua kolom paling kanan dari matriks). Yang diperbolehkan hanyalah percampuran yang dilaksanakan secara tunai/naqdan (now for now). Percampuran yang halal ini dapat dilihat pada kolom kedua pada matrik diatas.





DAFTAR PUSTAKA


Adiwarman A. Karim. 2004. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta:Raja Grafindo Persada.
Al-Qur’anul Karim











0 komentar:

Posting Komentar

nilailah blogku sesuka hatimu

Maher Zain - Insha Allah | Insya Allah | ماهر زين - إن شاء الله

Google Translate

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : BTF

BlogCatalog

Blog Top Sites

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More